Kabupaten Malang |Kompas86id.com | Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Malang tengah menjadi sorotan publik terkait penyelenggaraan seminar yang disinyalir dimanfaatkan sebagai ajang bisnis terselubung.
Seminar bertajuk Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) tersebut digelar pada Rabu, 16 Juli 2025 di Hotel Grand Mercure, Kabupaten Malang.
Acara ini menghadirkan 685 kepala sekolah, terdiri dari 363 kepala SMP negeri dan swasta serta 322 kepala SD negeri.
Penerbit Erlangga, yang dikenal sebagai penerbit buku sekolah, menjadi penyedia materi sekaligus pelaksana seminar ini.
Materi seminar disampaikan oleh guru dari SMPN 2 Kalitudu, Kabupaten Bojonegoro, dengan fokus pada pengenalan Koding dan Kecerdasan Artifisial di sekolah.
Namun di tengah jalannya seminar, muncul aktivitas yang mengundang tanya: para kepala sekolah diminta untuk mengisi daftar pesanan buku bertema KKA.
Para sales dari Penerbit Erlangga berkeliling mendatangi meja peserta untuk mendata pemesanan buku berjudul Explore Koding dan Kecerdasan Artifisial.
Harga buku yang ditawarkan kepada para kepala sekolah dipatok sebesar Rp90 ribu per eksemplar dengan harga reguler.
Hal ini menjadi kontroversi karena pada dasarnya, mata pelajaran KKA untuk SD dan SMP adalah mata pelajaran pilihan, bukan wajib.
Aturan tersebut telah ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 13 Tahun 2025 tentang Struktur Kurikulum.
Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa KKA termasuk mata pelajaran pilihan yang dapat diselenggarakan satuan pendidikan jika memenuhi sejumlah syarat.
Berikut syarat yang harus dipenuhi oleh sekolah sebelum menyelenggarakan mata pelajaran KKA:
Memiliki tenaga pengajar yang kompeten di bidang Koding dan Kecerdasan Artifisial.
Tersedia laboratorium komputer yang memadai untuk kegiatan pembelajaran.
Peserta didik memiliki minat dan kesiapan untuk mempelajari KKA.
Dengan demikian, tidak semua sekolah wajib menyediakan mata pelajaran ini, terlebih jika sumber daya yang dimiliki terbatas.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Dr. H. Suwadji, S.IP., M.Si, menegaskan bahwa pihaknya tidak memberikan arahan untuk penggunaan atau pembelian buku tertentu terkait seminar tersebut.
“Seminar tersebut tidak ada arahan penggunaan buku, terkait pendalaman pembelajaran KKA sebagai kurikulum baru (prioritas program dari Kemendikdasmen). Untuk pembelian buku saya belum tahu dan tentunya harus sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Suwadji juga menambahkan pihaknya akan segera melakukan klarifikasi lebih lanjut kepada sekretaris dinas dan pihak-pihak terkait.
“Segera saya klarifikasi kepada Sekdin dan pihak-pihak terkait. Itu semacam CSR-nya Erlangga dirupakan seminar,” imbuhnya.
Namun demikian, di kalangan peserta seminar, banyak yang merasa tersirat adanya paksaan untuk memesan buku sebagai bagian dari implementasi mata pelajaran KKA.
Padahal, sesuai regulasi, sekolah memiliki keleluasaan untuk memilih dan menentukan pelajaran tambahan sesuai kebutuhan dan kemampuan institusi masing-masing.
Lebih jauh, pemerintah telah mengatur penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melalui aturan yang mewajibkan minimal 10 persen dari dana BOS dialokasikan untuk pengadaan buku ajar.
Pengadaan buku tersebut seharusnya diprioritaskan untuk mata pelajaran wajib yang relevan dengan kebutuhan pendidikan utama, bukan untuk buku pelajaran tambahan seperti KKA yang bersifat opsional.
Sorotan publik semakin tajam karena alokasi anggaran sekolah dikhawatirkan terserap untuk pengadaan buku yang tidak wajib, sementara masih banyak kebutuhan penguatan buku ajar mata pelajaran pokok yang harus dipenuhi.
Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh satuan pendidikan dan dinas terkait untuk lebih transparan dan akuntabel dalam setiap program yang melibatkan kerja sama dengan pihak swasta.
Selain itu, penting bagi sekolah untuk memahami hak dan kewajiban terkait penyelenggaraan kurikulum dan pengadaan buku sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Jika tidak berhati-hati, praktik serupa berpotensi melanggar prinsip netralitas pendidikan dan mengarahkan lembaga pendidikan pada kepentingan komersial yang berisiko merugikan peserta didik.
Untuk diketahui:
Koding dan Kecerdasan Artifisial memang menjadi prioritas dalam penguatan kompetensi siswa menghadapi era digital. Namun, implementasinya harus disesuaikan dengan kesiapan sekolah, bukan dengan paksaan pembelian buku melalui jalur seminar. YL