Seruan Keadilan dan Evaluasi Putusan Pengadilan Negeri Garut

Seruan Keadilan dan Evaluasi Putusan Pengadilan Negeri Garut

Bagikan artikel ini

Garut jabar kompas86id.com

Hukum sejatinya hadir sebagai pelindung bagi mereka yang lemah, bukan menjadi alat kekuasaan untuk membela kepentingan yang kuat. Dengan dasar itu, kami—unsur masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Perlindungan Konsumen, organisasi masyarakat, LSM, dan perwakilan konsumen—menyampaikan keprihatinan melalui surat terbuka ini kepada Ketua Pengadilan Negeri Garut atas putusan yang kami nilai di duga tidak mencerminkan keadilan substantif.

Sorotan utama kami tertuju pada putusan perkara No. 18/Pdt.G.S/2025/PN.Grt, yang dinilai telah melegitimasi praktik penarikan kendaraan secara sepihak oleh pihak nonformal tanpa melalui proses pengadilan. Rd. Deden Abubakar, Kabiro Hukum LPKSM MIM, menyampaikan bahwa hal ini sangat mengkhawatirkan karena berpotensi merusak prinsip dasar perlindungan hukum bagi konsumen dan masyarakat pada umumnya.

Putusan tersebut kami nilai telah mengabaikan beberapa ketentuan hukum yang seharusnya menjadi rujukan utama dalam kasus fidusia. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130 Tahun 2021 yang mengharuskan perusahaan pembiayaan mendaftarkan jaminan fidusia dalam waktu 30 hari sejak penandatanganan perjanjian. Tanpa pendaftaran tersebut, proses eksekusi tidak memiliki dasar hukum yang sah.

Lebih lanjut, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29 Tahun 2014 secara tegas melarang penarikan kendaraan oleh pihak leasing jika belum ada sertifikat fidusia. Penarikan tanpa dokumen tersebut berpotensi dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum, terlebih lagi apabila dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memiliki kewenangan resmi.

Kami juga mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, yang menegaskan bahwa kreditur tidak dapat menentukan wanprestasi secara sepihak. Eksekusi terhadap objek fidusia hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan antara debitur dan kreditur, dan bila tidak, maka jalur pengadilan menjadi satu-satunya cara sah untuk menyelesaikan sengketa ujar Deden

Selain itu, Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 dirancang untuk memastikan eksekusi fidusia dilakukan secara tertib, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Ini menjadi pedoman penting untuk menghindari kekerasan, pelanggaran hak, dan potensi konflik sosial di tengah masyarakat.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah peraturan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen di Indonesia. Berikut beberapa poin penting dari undang-undang ini:

Hak-Hak Konsumen

1 Hak atas keamanan: Konsumen berhak mendapatkan keamanan dan keselamatan dari produk yang dikonsumsi.

Melihat berbagai pelanggaran prinsip dan regulasi tersebut, kami menduga adanya ketidakprofesionalan dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Garut. Jika tidak segera ditindaklanjuti, kondisi ini dikhawatirkan akan mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan menciptakan preseden buruk dalam praktik hukum di masa mendatang.

Dengan segala kerendahan hati, kami meminta Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial, serta pimpinan Pengadilan Negeri Garut untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses dan putusan perkara tersebut. Kami yakin bahwa dengan langkah yang adil dan bijaksana, integritas peradilan akan tetap terjaga ujar Deden

SN