Magelang – Kompas86Id.com
Gerakan Pemuda Ka’bah ( GPK ) Aliansi Tepi Barat, kembali kawal sidang kekerasan seksual dengan terdakwa KH Amin Zaenuri Alias Asmuni Pengasuh Pondok Pesantren Roudhotul Ullum Tempuran Magelang yang digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Magelang, Selasa ( 29/07/2025 ) sekira pukul 11.00.WIB
Dalam sidang tersebut Majelis hakim Pengadilan Negeri Mungkid yang di pimpin oleh Majelis Hakim Asri menjatuhkan vonis kepada terdakwa KH Amin Zaenuri alias Asmuni 11 tahun penjara
Dalam kesempatan tersebut tokoh masyarakat dan perwakilan Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s yang selama ini aktif mengawal kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan pesantren, menyampaikan kepada awak media bahwa
“Bagi kami, vonis ini adalah peringatan keras bagi para pengasuh pondok pesantren lainnya. ini bukan sekadar angka, tapi simbol bahwa keadilan masih bisa ditegakkan di tengah dominasi kekuasaan yang kerap disalahgunakan,” ujar Yanto Pethuk’s
Perwakilan GPK Aliansi Tepi Barat mengungkap bahwa kasus seperti ini bukan yang pertama di Kabupaten Magelang.
Dalam beberapa tahun terakhir, sudah ada tiga kasus serupa yang mencoreng dunia pendidikan pesantren, termasuk di Magelang.
“Orang tua menitipkan anak ke pesantren untuk dididik akhlaknya, bukan untuk dizalimi,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan, meski tercatat ada lebih dari 350 ( Tiga Ratus Lima Puluh ) pondok pesantren di Kabupaten Magelang, masyarakat kebanyakan tidak mengetahui secara pasti mana yang memiliki legalitas resmi dari Kementerian Agama, dan mana yang tidak. hal ini bisa membuat masyarakat tidak bisa membedakan pesantren legal dan ilegal. Ini jadi celah bagi oknum tak bertanggung jawab,” paparnya.
GPK juga mengapresiasi Pengadilan Negeri Mungkid dan Kapolresta Magelang yang dinilai telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengawal jalannya kasus ini.
“Kami berterima kasih kepada PN Mungkid, terutama Ketua Pengadilan dan jajaran Kapolresta Magelang. Saat banyak tokoh diam dan menutup mata, aparat hukum tetap membuka ruang keadilan bagi korban,” tambahnya.
Namun demikian, mereka mengingatkan, bahwa vonis saja tidak cukup. Perlu perubahan sistemik dalam pengelolaan dan pengawasan pondok pesantren, agar tidak ada lagi kasus serupa yang menyayat nurani publik.
“Semoga ini yang terakhir. Jangan sampai ada lagi santri yang jadi korban kekuasaan yang dibungkus jubah agama,” pungkasnya.
Najib