
Cimahi – Upaya mempertahankan lahan di Kota Cimahi sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan. Kota Cimahi yang memiliki 16 Kelurahan dan 3 Kecamatan dengan luas wilayah 42.43 Km kini mengalami alih fungsi lahan.
Faktor utama alih fungsi lahan adalah desakan kebutuhan ekonomi yang tidak dapat dicegah oleh siapapun termasuk pemerintah. Mengingat lahan yang dimiliki seseorang memiliki hak untuk dialih fungsikan.
Selain itu, perkembangan jaman turut mempegaruhi perubahan alih fungsi sehingga memicu penyusutan lahan dibeberapa luasan wilayah di Kota Cimahi.
Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Cimahi di tahun 2024 merilis Data Luasan Baku Sawah Kota Cimahi tinggal 136 hektare atau sekitar 4 persen.
“ Kota Cimahi saat ini tinggal menyisakan 136 hektar lahan sawah,” Hal tersebut disampaiakan Teja Dahliawati selaku Kepala Bidang Pertanian dan Perikanan Dispangtan Kota Cimahi pada Rabu. (3/9)
Ia menyampaikan, pemerintah telah menetapkan masing-masing daerah untuk menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), pembahasan dengan OPD lain sudah dilakukan pada Juli 2025 lalu.
“Dispangtan sudah mengalokasikan anggaran Senilai 5 Miliar rupiah untuk lahan pengganti, namun hingga saat ini anggaran tersebut direalokasi untuk kegiatan lain, mengingat efisiensi anggaran,” terangnya.
Dikutif dari Limawaktu.id Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kota Cimahi Andhi Pratama Putra membenarkan adanya regulasi peraturan alih fungsi lahan yang dikelurlarkan Kementerian ATR/BPN.
Sawah yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tidak boleh diganggu gugat. Ujar Andhi
“Yang boleh diberikan izin alih fungsi hanya lahan non-LP2B. Kalau sudah LP2B, mutlak tidak boleh dialihfungsikan. Yang menentukan LP2B adalah Pemerintah Daerah atau Wali Kota,” Ucapnya.
Namun dalam melakukan alih fungsi lahan, pemerintah mesti melakukan perlambatan supaya terkontrol bagi kepentingan pangan.
Berdasarkan hasil rapat alih fungsi lahan dilakukan dengan ketentuan yang berlaku, Tentunya dalam rangka mengendalikan alih fungsi lahannya.
Perlu disampaikan bahwa yang harus melakukan pengawasan atas alih fungsi lahan adalah Pemerintah Daerah. Maka digaruskan adanya Forum Penataan Ruang yang salah satu fungsinya adalah untuk pengendalian alih fungsi lahan,” terangnya.
Dalam dokumen Tata Ruang tersebut sudah dimuat tentang mana yang boleh dibangun dan mana yang tidak boleh dibangun.
“Dalam hal kebutuhan lahan, pemohon harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KPPR),” jelasnya.
Andhi melanjutkan, untuk tanah-tanah yang merupakan Lahan Sawah Dilindungi (LSFD) juga memerlukan rekomendasi dari Menteri untuk dapat dialihfungsikan.
“Hal ini tentunya dilakukan untuk memastikan bahwa alih fungsi lahan dapat dikendalikan lajunya,” katanya. ***