Nyaris Rusuh, Ribuan Massa Duduki dan Segel Kantor BPN Pesawaran Lampung

Bagikan artikel ini

Bandar Lampung,mediakompas86.com Ribuan massa yang berasal dari 19 desa bersama tokoh adat Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung menyegel Kantor ATR/BPN Kabupaten Pesawaran serta menduduki lahan PT Perkebunan Nusantara 7 (PTPN 7) Way Berulu, Senin (26/6/2023).

Massa melakukan penyegelan Kantor BPN dan menduduki lahan perkebunan karet milik PTPN 7 di Tanjung Kemala Kabupaten Pesawaran Lampung karena merasa tidak puas terhadap jawaban pihak kantor BPN atas pertanyaa terkait Persil perusahaan plat merah tersebut.

Dalam aksinya, massa meminta kepada BPN agar menunjukkan peta wilayah (Persil) milik PTPN 7 Way Berulu yang dianggap warga tidak memilki serifikat HGU. Namun tuntutan tersebut tidak dipenuhi, sehingga memicu kemarahan massa yang nyaris ricuh dan sempat saling dorong dengan aparat.

Koordinator Aksi, Safrudin Tanjung, menilai pihak BPN dan PTPN VII Way Berulu telah melakukan persekongkolan karena permintaan warga untuk melakukan pengukuran ulang lahan perkebunan karet milik PTPN tersebut hingga saat ini belum dilaksanakan.

“Ini mediasi terakhir kami, kami tidak akan merusak. Kalau tidak diakomodir kami akan melakukan aksi berkelanjutan, kami nilai tidak ada gunanya BPN di sini karena kami tidak dilayani,” ujar Tanjung.

Lebih lanjut Tanjung mengatakan BPN harus bersikap tegas terhadap PTPN VII yang selama puluhan tahun tidak membayar pajak HGU.

“Itu kita lihat 2.000 hektar lahan yang berada di Tanjung Kemala tidak ada surat HGU-nya. Kami hanya minta kejelasan apakah tuduhan ini benar apa tidak. Oleh sebab itu, kami minta BPN bisa mengeluarkan Persilnya dan ukur ulang, itu saja,” beber Tanjung.

Setelah melakukan negosiasi, akhirnya perwakilan massa bersama Kepala Desa Taman Sari, Fabian Jaya, serta tokoh adat Gedong Tataan dipersilahkan masuk bertemu pihak BPN meskipun tetap tidak menemui titik terang, pihak BPN tetap tidak bisa menunjukkan peta Persil yang diminta warga.

“Pertemuan kami di dalam sana tetap tidak menemui titik terang mereka hanya bisa menunjukkan foto kopinya, itu pun tidak jelas batas wilayahnya. Membaca luas lahannya saja nggak bener, kami di dalam sana malah dibikin sakit kepala,” jelas Kades Taman Sari, Fabian.”

(MIHWAN)