Penyidik Kejati NTT Tetapkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Tanah Hotel Plago

Penyidik Kejati NTT Tetapkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Tanah Hotel Plago

Bagikan artikel ini

KUPANG, NTT|Kompas86.com-Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT menetapkan 2 tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemanfaatan aset Pemprov NTT berupa tanah seluas 31.670 m2 yang terletak di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang di atasnya telah dibangun Hotel Plago.

Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menerima hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan total kerugian negara sebesar Rp8.522.752.021,08

Kedua tersangka adalah Thelma D.S. Bana selaku Kabid Pemanfaatan Aset (Pengguna Barang), dan Heri Pranyoto sebagai Direktur PT Sarana Wisata Internusa.

Usai menjalani pemeriksaan, Thelma dan Heri langsung ditahan penyidik sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada Senin (31/07/2023) sore.

Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh tim medis pada Klinik Kejati NTT, dan keduanya dinyatakan sehat.

Untuk diketahui, Thelma ditahan di Lapas Perempuan Kupang, sementara Heri Pranyoto ditahan di Rutan Kupang.

Kasi Penkum Kejati NTT, Agung Raka, SH.,MH., kepada awak media, mengatakan, penahanan dilakukan penyidik setelah dilakukan penetapan tersangka.

“Penetapan status tersangka setelah dari hasil penyidikan dan ekspos perkara, tim penyidik menemukan setidaknya dua alat bukti yang cukup”ungkap Agung.

Para tersangka diduga keras sebagai pelaku tindak pidana dimaksud, dan dugaan itu didasarkan pada alat bukti yang cukup.

“Tersangka kita tahan untuk 20 hari kedepan, dan dapat diperpanjang maksimal 40 hari. Penyidik juga sudah menjadwalkan pemeriksaan tambahan. Intinya pemeriksaan tersangka akan terus berlanjut hingga penyidikan rampung,” jelasnya.

Foto: Penyidik Pidsus Kejati NTT saat membawa kedua tersangka untuk menjalani penahanan di Lapas Perempuan Kupang dan Rutan Kupang. Diabadikan di kantor Kejati NTT, Senin (31/7/2023)

Agung yang juga mantan Kasi C (Ekonomi dan Keuangan) Bidang Intelijen Kejati NTB, menambahkan, penahanan terhadap tersangka dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan yang sedang dilakukan, karena dikuatirkan tersangka dapat melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti, atau dikuatirkan akan mengulangi tindak pidana.

Ia menambahkan, kedua tersangka diduga melanggar ketentuan Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; Subsidair: Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, tim penyidik Pidsus Kejati NTT terus mengembangkan penyidikan perkara ini.

“Penyidik terus kembangkan penyidikan, dan ada potensi penambahan tersangka,”bebernya.

Untuk diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2012, dimana Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya menghibahkan dua bidang tanah milik Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya Provinsi NTT kepada Gubernur NTT dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 3/Gorontalo/2012 seluas 17.286 m2 dan Nomor 4/Gorontalo/2012 seluas 14.384m2 di Kabupaten Manggarai Barat.

Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 2014, Pemprov NTT mengadakan PKS BGS tanpa melalui tender kepada PT Sarana Investama Manggabar Nomor: HK 530 tahun 2014, Nomor: 04/SIM/Dirut/V/14 tentang pembangunan hotel dan fasilitas pendukung lainnya di atas tanah milik Pemprov NTT seluas 31.670m2 di Kabupaten Manggarai Barat, dengan syarat-syarat pihak I memberikan tanah seluas 31.670m2 kepada pihak II, dan merekomendasikan pemberian HGB kepada pihak II.

Kemudian, jangka waktu kerja sama selama 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi.

Kontribusi diberikan oleh pihak II kepada pihak I sebesar Rp255.000.000 setiap tahun berjalan.

Kemudian pihak II dapat menjaminkan HGB untuk suatu hutang pihak II pada salah satu bank/lembaga keuangan lainnya atas persetujuan dari pihak I.

Nilai kontribusi sebesar Rp255 juta, setiap tahun ditentukan oleh Imanuel Kara dan Thelma D.S. Bana yang seharusnya dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh gubernur dengan melibatkan tim penilai aset atau appraisal.

Setelah perjanjian ditandatangani, pada tahun 2016 ditindaklanjuti oleh para pihak, yaitu pihak I Pemprov NTT mengajukan permohonan hak pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut ke BPN Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NT) dan terbitlah Sertifikat Nomor 00002/Gorontalo tanggal 22 April 2016 atas nama Pemprov NTT, selanjutnya diserahkan kepada pihak II PT SIM untuk pengurusan HGB.

Pihak II PT SIM mengajukan IMB ke Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Manggarai Barat, dan terbitnya IMB Nomor: BPMPP.503.640/IMB/038/XII/2016 tanggal 5 Desember 2016 atas nama Heri Pranyoto, SE.AK., PT SIM untuk membangun sarana wisata terpadu atau taman rekreasi dan wisata publik.

Berdasarkan PKS Nomor HK530 tanggal 23 Mei 2014, Lydia Chrisanty Sunaryo dan Heri Pranyoto dibantu Jantje Tuwera yang merupakan mantan Kepala BPN NTT, mengusulkan penerbitan IMB atas nama PT SIM.

Kepala BPN Manggarai Barat saat itu I Gusti Made Anom Kaler atas risalah pemeriksaan yang dibuat oleh Budi Sidik Raharjo dan Caitano Soares, menerbitkan IMB selama 30 tahun, bukan 25 tahun sesuai masa berlaku BGS.

Pada akhirnya, Pemprov NTT melakukan pemutusan hubungan kerja, namun HGB dan IMB masih atas nama PT SIM. (*Red*)