Cirebon-kompas86id.com
Pondok Pesantren Kebon Syarif Cibogo, yang berlokasi di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, kembali menggelar tradisi tahunan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Acara puncak yang berlangsung pada Kamis pagi, (11/9/2025) pukul 08.00 WIB, dipusatkan di Masjid Agung Syaikh Anwarudin Kriyan, sebuah masjid bersejarah yang dikenal unik karena memadukan ornamen seni budaya Jawa, China, dan Timur Tengah.
Dipimpin langsung oleh KH. Ma’dun, Pengasuh utama pesantren sekaligus keponakan dari tokoh karismatik Mbah Fanani Dieng, acara Muludan tahun ini menyedot jamaah tiga kali lipat lebih banyak dibanding malam sebelumnya. Ribuan masyarakat dari berbagai daerah, bahkan hingga luar kota, memadati area masjid dan sekitarnya.
Selain doa bersama, lantunan shalawat, dan pujian kepada Rasulullah SAW, daya tarik utama tradisi ini adalah “Ember Berkat”, ciri khas Pondok Pesantren Kebon Syarif Cibogo yang selalu dinanti jamaah. Ribuan orang rela datang sejak subuh untuk mendapatkan ember berkat berukuran besar bagi mereka yang berada di dalam masjid. Sementara jamaah di luar masjid tetap mendapat ember berkat berukuran kecil.
Isi ember berkat berupa aneka buah-buahan, makanan kemasan, hingga hidangan siap santap. Namun bagi masyarakat, nilai utama bukan sekadar isinya, melainkan keyakinan bahwa membawa pulang ember tersebut sama dengan membawa “ember berkah”. Tradisi ini bukan hanya ajang berbagi makanan, melainkan simbol kebersamaan, semangat berbagi, sekaligus mempererat tali silaturahmi.
KH. Ma’dun menegaskan, esensi acara ini bukanlah siapa yang mendapat ember berkat, melainkan hadir dengan penuh cinta kepada Rasulullah SAW.
“Yang utama adalah melantunkan shalawat, memohon keberkahan dari Allah SWT, agar senantiasa diberikan ketentraman dan keselamatan,” ujar KH. Ma’dun.
Dengan membludaknya jamaah yang hadir, tradisi Muludan di Pondok Pesantren Kebon Syarif Cibogo kian meneguhkan diri sebagai salah satu agenda keagamaan paling berkesan di Cirebon.
Lebih dari sekadar perayaan, tradisi ini menjadi bukti nyata bagaimana kearifan lokal, tradisi pesantren, dan kecintaan kepada Rasulullah SAW berpadu dalam harmoni spiritual dan budaya.
(Dadang)